Pura Tirta Empul sangat dikenal oleh para wisatawan, tidak hanya karena di pura ini terdapat sebuah mata air yang digunakan oleh pemeluk agama Hindu sebagai kegiatan spiritual untuk membersihkan jasmani dan rohani. Namun, pura ini juga memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Para wisatawan yang berkunjung juga diperbolehkan untuk mencoba kesegaran di dalam kolam Tirta Empul. Akan tetapi, terdapat peraturan yang harus dipatuhi bagi wisatawan yang ingin mandi di dalam kolam Tirta Empul.
Setelah wisatawan selesai mengunjungi pura, wisatawan dapat melanjutkan perjalanan menuju ke Istana Tampak Siring yang berlokasi dekat dengan Pura Tirta Empul.
Nama Tampak Siring berasal dari dua buah kata dalam bahasa Bali, yaitu tampak dan siring
yang berarti: “telapak” dan “miring”. Penamaan tersebut berkaitan erat
dengan legenda masyarakat setempat tentang Raja Mayadenawa. Raja ini
dikenal pandai dan sakti mandraguna. Namun, karena kelancangannya
mengangkat diri sebagai dewa yang harus disembah oleh rakyatnya, maka
Betara Indra mengutus bala tentara untuk menyerang Raja Mayadenawa.
Serangan ini membuat Mayadenawa melarikan diri ke dalam hutan. Untuk
menyamarkan jejaknya, Mayadenawa sengaja berjalan dengan cara
memiringkan telapak kakinya.
Namun
sayang, usaha Mayadenawa untuk mengelabui bala tentara Betara Indra
gagal, jejaknya akhirnya diketahui. Dengan sisa-sisa kesaktiannya, Raja
Mayadenawa mencoba melawan dengan menciptakan mata air beracun yang
dapat membunuh para pengejarnya. Untuk menanggulangi akibat buruk dari
mata air beracun itu, Betara Indra menciptakan sumber mata air
penawarnya, yaitu Tirta Empul (air suci). Wilayah pelarian Raja Mayadenawa itulah yang kini dikenal sebagai Tampak Siring.
Istana
Tampak Siring dibangun oleh seorang arsitek bernama R.M. Soedarsono
atas prakarsa Presiden Soekarno. Pembangunan istana kepresidenan ini
terbagi ke dalam dua masa, yaitu tahun 1957 dan 1963. Pada tahun 1957,
di kompleks ini dibangun Wisma Merdeka dan Wisma Yudhistira. Sementara
pada tahun 1963, pembangunan tahap kedua merampungkan dua gedung utama
lainnya, yaitu Wisma Negara dan Wisma Bima, serta satu Gedung Serba Guna
(gedung konferensi).
Istana
Tampak Siring dibangun di areal berbukit dengan ketinggian sekitar 700
meter di atas permukaan laut (DPL). Para pelancong yang mengunjungi
tempat ini dapat menyaksikan riwayat dan fungsi gedung bersejarah yang
pernah digunakan oleh para presiden Republik Indonesia. Pada Wisma
Merdeka yang memiliki luas 1.200 m2, misalnya, pengunjung
dapat melihat Ruang Tidur I dan Ruang Tidur II Presiden, Ruang Tidur
Keluarga, Ruang Tamu, serta Ruang Kerja dengan penataan yang demikian
indah. Di gedung ini wisatawan juga dapat melihat hiasan-hiasan berupa
patung serta lukisan-lukisan pilihan.
0 comments:
Post a Comment